Puisi-puisi Agus Buchori

  • By Agus Buchori
  • 17 Januari 2020
Foto: Tut Sugi

Menepi

 

Saat penenang jiwamu hadir

mendekap kerisauanmu luruh

aku rela menjadi daun meranggas

membiarkan dirimu bermekaran

di dahan sana

 

lupakan sejenak aku di hatimu

tapi jangan kau hapus

kau akan sadari nanti

hadirku tak sejenak

meski datang dan pergi

 

ku tak berharap abadi

karena berarti bagimu

adalah jalan abadi

 

kerinduanmu padaku

tak kan mati meski

sang perayu bertubi tubi

 

pada kesetiaan ini

aku rela menepi saat kau mendekap buah hati

 

 

Lorong Sepi

 

kekosongan mencekik ruang

lengang tanpa suara

meredam rinduku akanmu

terhempas

 

pagi bercahaya jingga

nuansa remang sebuah romansa

menggugah rasa yang hilang

seperti hendak kembali

 

lorong itu hampa

sesaat ada bayanganmu

mataku tergoda

kuabadikan dalam sejeda waktu

 

 

Kokoh Sendiri

 

Tegar bediri

sendiri...

kusapa dirimu kekasih

hanya diam

 

Awan yang menyelimutimu

tak membuatmu lengah

aku tergugah kepongahanku

 

kau yang gagah

tetap sabar dalam istirah

Dan aku sering lupa arah

 

dipuncakmu kutitipkan kata kata

hantarkan pada penjaga pintu langit

karena  aku  debu di hadapanmu

 

aku ingin sepertimu

kokoh meski sendiri

tak kesepian di langit sepi

 

 

Pada Bilangan Masa

 

pada bilangan masa

mungkin berjuta kisah melewatinya

namun adakah yang benar benar kau pahami

bertambahnya waktu adalah hitungan semu

jika kamu hanya melaju

berlalu....

 

kadang ada kerikil dan bunga bunga

itu hanya penanda bahwa kau tak sendiri

siapakah temanmu paling abadi

jawabnya adalah waktu

 

bersyukurlah ...

waktu adalah karibmu sekarib karibnya

jika tiba waktumu

semoga yang abadi

adalah senyummu

 

 

Ayunan Kosong

 

Menyusuri hutan pinus

mengagumi ketinggian tak berbatas

kulihat ayunan kosong

hampa menyergapku tiba tiba

 

tali ayunan itu diam

seharusnya kamu ada di situ

kuayunkan dengan getar dada keibuan

sayup kudengar tawamu

 

kerinduan ini abadi

tahukah kamu

jika pada pucuk pinus itu

kusematkan doa akan hadirnu


TAGS :

Agus Buchori

Penulis lahir di desa nelayan, Paciran, di pesisir utara Kabupaten Lamongan. Sehari-harinya menjadi Arsiparis di Dinas Kearsipan Daerah Kabupaten Lamongan serta mengajar Bahasa Jawa di SMAM 6 dan MTsM 02 Pondok pesantren Karangasem Paciran Lamongan.

Saat ini   aktif di komunitas Literacy Institute yang bergerak dalam pengembangan literasi di lamongan. Bersama teman temanya di sana melakukan penerbitan buku baik sastra maupun budaya untuk menggiatkan kegiatan tulis menulis di Lamongan.

Puisinya tersebar di Bali Post, Radar Bojonegoro (jawa Pos grup), Balai Bahasa Jawa timur dan di qureta.com, Baru baru ini bersama komunitasnya menerbitkan antologi cerpen Bocah luar Pagar , Hikayat daun Jatuh, dan antologi puisi Ini Hari sebuah Mesjid Tumbuh di Kepala.   Bisa di hubungi di [email protected].

Komentar