Guru Bahasa Bali SMA Bali Mandara Raih Hadiah Sastra Rancage

  • By I Made Sugianto
  • 01 Februari 2022
Foto: Made Sugianto

TABANAN – Guru Bahasa Bali SMA Bali Mandara, IGB Weda Sanjaya, 33, meraih hadiah sastra Rancage tahun 2021 dengan buku berjudul ‘Punyan Kayu Ané Masaput Poléng di Tegalan Pekak Dompu’. Nominasi sastra Bali untuk hadiah Rancage sebanyak 12 judul buku, namun tiga judul tidak dinilai karena merupakan karya bersama. Pengumuman hadiah sastra Rancage disiarkan via daring melalui kanal youtube Merajut Indonesia, Minggu (30/1) dan secara luring, Senin (31/1). 

Weda Sanjaya lahir di Bajera, Tabanan, 29 Agustus 1988. Mulai tertarik menulis cerita berbahasa Bali sejak tahun 2009. Meraih juara II lomba menulis cerpen pada Bulan Bahasa Bali tahun 2020 dan masuk lima besar lomba menulis cerpen berbahasa Bali saat HUT Mahasaba, Unud 2020. “Terima kasih atas penghargaan Rancage ini,” ungkap Weda Sanjaya melalui pesan Whatsapp.

Juri Sastra Rancage, Prof. Dr. Nyoman Darma Putra, M.Litt saat dihubungi mengatakan, jumlah buku sastra Bali yang terbit pada tahun 2021 sebanyak 12 judul, meningkat dua judul dibandingkan jumlah terbitan tahun 2020, yang berjumlah 10 judul. Dari 12 judul ini terdiri atas enam antologi puisi dan enam antologi cerpen. 

Dari antologi puisi itu, ada satu antologi puisi Chairil Anwar yang terbit dalam terjemahan bahasa Bali dan disertai bahasa aslinya (bahasa Indonesia). Dalam deretan kumpulan cerpen, ada dua antologi cerpen yang merupakan karya bersama. “Antologi puisi terjemahan dan antologi cerpen bersama tidak diikutkan dalam penilaian juri. Hanya sembilan judul buku yang diikutkan dalam pertimbangan nominasi Rancage,” jelas Prof. Darma Putra.

Prof. Darma Putra menilai ada lima kekuatan pada buku Punyan Kayu ané Masaput Poléng di Tegal Pekak Dompu karya IGB Weda Sanjaya sehingga layak menerima hadiah sastra Rancage. Pertama, tema-tema cerita sangat kental dengan warna lokal Bali, disajikan dengan narasi yang orisinal. Kedua, alur cerita menyajikan banyak kejutan karena orisinalitas narasi. Ketiga, bahasa dalam antologi cerpen ini menarik karena dituangkan dalam kalimat pendek akan tetapi mampu mengeksplorasi rasa, suasana, dan latar yang mendukung jalan cerita. “Dengan gaya bahasa demikian, pengarang bisa menyajikan cerita realistik dan juga cerita yang absurd,” tegas dosen Prodi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana ini.

Keempat, latar cerita senantiasa dilukiskan terjadi atau berkaitan dengan Desa Kawiswara. Secara etimologi, ‘Kawi’ artinya ‘pengarang’, sedangkan ‘swara’ artinya suara. Kawiswara adalah nama desa imajinatif ciptaan pengarang. “Cerpen yang berbeda-beda seperti tersambung oleh latar yang sama, walau bukan latar utama, Kawiswara senantiasa muncul dalam cerpen sebagai tempat narasi dikisahkan,” tutur Prof. Darma Putra. Kelima, amanat cerita disajikan dengan realistik, artinya cerita tidak bertendens menyajikan moral cerita yang muluk apalagi absolut. 

Sementara itu, 8 buku lainnya yang dinilai juri, baik berupa antologi puisi maupun cerpen secara umum menunjukkan kreativitas pengarang Bali dalam merespon situasi sosial, terutama masalah wabah pandemi. Tema-tema yang berkaitan dengan pandemi muncul dalam beberapa karya puisi dan cerpen. Tema lain yang mewarnai karya-karya sastra Bali tahun 2021 adalah tema introspeksi dengan menghayati nilai tradisi, agama, dan kearifan lokal. “Usaha pengarang untuk menggunakan gaya bahasa sangat kuat demi menghasilkan karya estetik dalam bahasa dan dalam inti cerita,” jelas penerima penghargaan sastra Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Tahun 2021 untuk kategori esai/kritik sastra ini. gik


TAGS :

I Made Sugianto

I Made Sugianto lahir di Banjar Lodalang, 19 April 1979 bertepatan Wraspati Wage Dungulan (Sugian Jawa). Kini istirahat sejenak dari pekerjaan sebagai wartawan NusaBali untuk mengbadi sebagai Kepala Desa di tanah kelahirannya, Desa Kukuh, Kecamatan Marga, Tabanan.

Komentar