Analisis Psikologi dalam Cerpen Foto Bupati di Kamar Pelacur Karya Yahya Umar

  • By Kadek Mutia Febrianti
  • 31 Desember 2022
internet

KUMPULAN Cerpen ‘Foto Bupati di Kamar Pelacur’ karya Yahya Umar menyajikan 13 cerita. Dalam kumpulan cerpen ini tokoh utamanya cenderung perempuan. Para tokoh mengalami masalah psikologis seperti kesedihan, amarah, kecemasan, dan ketakutan.

Cerpen Foto Bupati di Kamar Pelacur menceritakan Suciwati, seorang pelacur yang dituduh melakukan penghinaan terhadap Bupati akibat menempel poster bupati di kamarnya. Atas tuduhan lelaki setengah baya itu, berpikir apa salahnya memajang poster itu di kamarnya? Toh, dulu ia mendapatkan poster itu secara tidak gratis. Ia merasa membeli dengan cara menyoblos. Ia memberikan hak pilihannya, suaranya. Ia juga tidak pernah memanfaatkan poster itu untuk menarik pelanggan atau sebagai daya pikat agar lebih banyak tamu yang ingin tidur dengannya. Beberapa hari kemudian, tepatnya di Hari Jumat, Suciwati diadili di pengadilan. Hari itu juga dibacakan vonis hukuman untuknya. Suciwati merasa gelisah, takut dan lutunya terasa lemas. Selama hakim mebacakan amar putusan, pikiran Suciwati melayang-layangdan tidak mendengarkan kalimat Pak Hakim.

Dalam cerpen ini menurut pandangan saya, Suciwati terkena tekanan batin. Penderita sulit konsentrasi, cemas, dan gelisah. Jika itu tidak ditangani maka akan memicu penyakit fisik seperti depresi, Burnout (rasa kelelahan dan kekecewaan), pesimis, dan gangguan kecemasan.

Cerpen Khotbah Seorang Pelacur menceritakan seorang pelacur bernama Asih yang setiap hari Jumat melayani Pak Susila, seorang anggota Dewan. Belum genap 20 menit Pak Susila meninggalkannya, Asih dililit rasa takut yang melumpuhkan urat-uratnya dan berkeringat. Keesokan harinya Asih menceritakan apa yang dia rasakan kepada teman-temannya. Asih memutuskan dan bertekad tidak akan melayani Pak Susila lagi. Sebesar apapun bayaran yang disodorkan Pak Susila akan ditolaknya.

Maka ketika Jumat malam berikutnya, Pak Susila ke markasnya. Asih pura-pura sakit dan ia memilih salah seorang temannya untuk melayani Pak Susila. Jumat kedua hingga Jumat keenam Asih tidak mau juga melayani Pak Susila. Pak Susila mulai geram dan memendamnya, ia penasaran kenapa Asih tidak mau menemui dirinya. Akhirnya Pak Susila melontarkan kata ancaman dan pergi.

Keesokan harinya teman-teman Asih membaca koran dan tertulis praktek prostitusi di kota sudah sangat meresahkan. Bupati harus bertindak tegas dan menggeledah lokasi-lokasi yang dijadikan tempat mesum. Melihat hal itu, ia langsung memarahi Asih dan mengusirnya dari markas. Asih tetap ngotot untuk tetap tinggal di markas itu. Asih tak mampu menghadapi kemarahan teman-temannya dan mengeroyok dirinya, akhirnya Asih pergi. Tepat pukul 21.00 markas itu digeledah oleh petugas Trantib yang kala itu juga teman-teman Asih sedang menerima tamu. Akhirnya semua teman Asih dan tamu yang mereka layani dibawa ke Dinas Trantib dengan menggunakan mobil pick up.

Dalam cerpen ini menurut pandangan saya, tokoh Asih di dalam psikologi mendapatkan konflik bantin dan psikis karena mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan, dikeroyok oleh temannya.

Sementara cerpen Dilarang Menjadi Anggota Dewan menceritakan seorang ibu bernama Sofi yang takut kehilangan anak kesayangannya, Gagah. Anak semata wayangnya terpilih menjadi anggota DPRD. Ibu Sofi hanya memiliki Gagah. Jika sampai Gagah hilang, Ibu Sofi akan menjadi sebatang kara di akhir hidupnya. Sepi jiwa. Sunyi hati Ibu Sofi belakangan malah merasa diserang berita tentang anggota DPRD di beberapa daerah ditahan dan ditangkap karena korupsi uang negara. Ibu Sofi dihantui ketakutan. Takut Gagah terjebak tren dan budaya penyalahgunaan dana APBD. Ibu Sofi merasakan dirinya terkungkung sejak Gagah menjadi anggota DPRD, apapun yang dilakukannya atau apalagi yang dimiliki akan selalu dikaitkan dengan Gagah. Batin Ibu Sofi terus terdesak dan menyalurkan ke fisik, tulang, urat, daging, otak, dan jantungnya Kesehatan Ibu Sofi merosot.

Masuk Rumah Sakit bukan malah bikin Ibu Sofi tenang dan sembuh, batinnya kian tersiksa. Padahal, ia dipilihkan kamar berkelas (VIP) oleh Gagah di rumah sakit itu. Namun kamar itu seperti penjara padahal sudah dilengkapi kamar ber-AC dan TV dengan beberapa channel dan tempat tidur berkualitas. Tetapi, semua itu tidak ada gunanya, ia justru merasa dikrangkeng dan batinnya terus tersiksa. Ibu Sofi hanya bisa menangis. Menangisi dirinya dan sikap anaknya. Gagah sudah berubah dan kesederhanaan lepas dari anaknya. Di kamar VIP, Ibu Sofi dikungkung sepi dan hatinya perih.

Di kamar VIP Ibu Sofi terdapat TV yang menayangkan berita pagi. Lagi-lagi tentang anggota DPRD yang diduga korupsi. TV itu menayangkan gambar detik-detik ketika ketua majelis hakim mengetukkan palunya. Ketukan palu hakim itu langsung menghantam jantung Ibu Sofi hingga tak sadarkan diri. Detak jantung Ibu Sofi tidak karuan dan langsung dibawa ke ruangan ICU. Beberapa tidak sadarkan diri, sekitar tiga puluh menit yang lalu dokter dan perawat panik, mereka mencium bau mulut dan denyut nadi Ibu Sofi berhenti.

Dalam cerpen ini menurut pandangan saya, tokoh Ibu Sofi terkena serangan depresi dimana penderita selalu merasa cemas, khawatir berlebih, suasana hati yang buruk atau sedih secara berkelanjutan dan mudah sensitif (marah atau menangis).

Kumpulan cerpen yang ditulis Yahya Umar sangat menarik. Dalam kumpulan cerpen ‘Foto Bupati di Kamar Pelacur’ menghadirkan gambaran psikologis dalam setiap tokohnya. Juga menggambarkan problematika dalam kehidupan sehari-hari.


TAGS :

Kadek Mutia Febrianti

Kadek Mutia Febrianti lahir di Denpasar 9 Februari 2003. Menempuh pendidikan di Universitas PGRI Mahadewa Indonesia. Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah. Email: [email protected], IG: febrianti_mutia.

Komentar