Doa Perempuan di Ujung Asap Dupa

  • By Dewa Nyoman Sarjana
  • 31 Desember 2022
lukisan karya Wiguna Negara

PEREMPUAN setengah baya berdandan. Baju kebaya dipadukan kamben batik bermotif kembang kuning. Diselipkannya sehelai bunga cempaka putih di rambut yang dipusung rapi. Sesaji ditata di atas tempayan. Tampak toples kecil berisi air dan seikat ilalang di tangannya. Dinyalakan segenggam dupa. Harumnya semerbak wangi. Perempuan tua mulai melangkah menghaturkan sesaji disetiap rong palinggih. Dari bibirnya terlontar doa. Entah berapa waktu yang dihabiskan dan berapa langkah kaki diayunkan, sesajen yang tadinya menumpuk tampak sudah habis.

“Mek, sudah selesai sembahyang? Tanya Mirah kepada mertuanya.

“Sudah Gek.”

“Gek mau keluar. Mau belanja.”  

“Sendiri,” jawabnya ketus sambil stater motor.

“Hati hati. Sekarang rahinan jagat!” Men Putu mengingatkan.

Men Putu menarik napas panjang. Sikap tidak sopan seperti itu sering diperlihatkan oleh menantunya. Men Putu sadar, dia sendirian. Suami yang dulunya sebagai tulang punggung hidupnya telah lama meninggal karena sakit. Ia sangat tergantung dengan anak dan menantu. Sekali-kali dapat jualan canang untuk membelikan camilan cucunya.

“Nenek sudah selesai sembahyang?” Ratna menghampiri neneknya yang istirahat di jineng.

“Oya, nenek baru ingat. Tadi nenek berjanji buatkan telor goreng. Maaf ya cucuku. Sebentar ya. Nenek ke dapur. Tidak lama kok.”

Men Putu bergegas ke dapur. Ia menggoreng sebutir telur dicampur bawang merah dan bawang putih. Telur goreng merupakan kesukaan cucunya.

“Ayo cucuku, makan yang banyak. Biar sehat kayak nenek.”

Tak lama berselang, Wayan Balik terdengar datang dari tempat kerja dan menaruh motornya.

“Mek, kok sepi. Dimana Gek Mirah?”

“Baru saja keluar, Yan.”

“Kemana?”

“Meme tidak tahu. Ya sudah ganti bajumu. Terus makan ke dapur!”

Terlihat wajah Wayan Balik memerah. Berkali-kali istrinya keluar rumah tanpa pesan yang jelas. Hari semakin sore. Gerimis hujan mulai turun. Wayan Balik bermain dengan Ratna, anaknya. Terdengar suara motor. Dia keluar dan membiarkan anaknya bermain sendiri. Gek Mirah baru datang.

“Pergi kemana tadi, Gek?”

“Keluar,” jawabnya singkat.

“Saya tahu. Keluar kemana?”

“Beli baju untuk anak-anak. Kan mau hari raya.”

“Memang beli baju dari pagi? Kalau rahinan begini, usahakan bantu ibu menghaturkan sesaji. Kasihan ibu sudah tua.”

“Ibu kan masih bisa kerja sendiri. Apa harus dibantu. Lihat orang tua lain. Masih bisa seorang diri sembahyang.”

“Bukan itu maksudku.”

“Terus, maksud beli Wayan bagaimana?”

“Gek harus mulai belajar buat sesaji dan menghaturkannya. Orang tua kita sudah tua. Menjaga anak kita saja sudah payah.”

Suara Wayan Balik mulai meninggi. Perdebatan mereka berdua didengar oleh ibunya yang sedari tadi majejahitan. Men Putu bergegas mendekati anaknya dan meminta berhenti bersitegang.  

“Wayan, Gek, mari duduk bersama di jineng. Tidak baik baru datang sudah bertengkar.”

Keduanya luluh dan ikut ke jineng.

“Wayan, Gek juga. Ingat kalian berdua adalah anak meme. Tidak ada sedikit pun keinginan meme membedakan kasih sayang. Sebentar lagi mau hari raya. Mohon jangan sampai bertengkar. Tidak akan ada artinya sesaji dan doa yang kita haturkan.” Banyak nasehat yang disampaikan Men Putu. Dari jauh terdengar suara Ratna memanggil ibunya.

“Ibu, Ratna mau tidur.”

“Sebentar nak, nenekmu masih madharma wacana!”

“Tidurkan anakmu dulu. Dia mungkin lelah mengikuti neneknya sembahyang.”

Gek mirah meninggalkan jineng tanpa pamit.

“Wayan, ikuti istrimu. Meme tidak mau kalian bertengkar lagi!”

Wayan Balik mengangguk dan meninggalkan ibunya. Mereka bersama menidurkan anaknya semata wayang. Suasana tampak hening. Tak sepatah kata pun keluar. Hanya bau dupa yang harum masih tercium.

“Beli, maafkan sikap Gek yang emosi ya.”

Gek Mirah memeluk suaminya. Wayan Balik mengangguk, mengelus rambut istrinya. Melintas di pikirannya. Doa perempuan di ujung dupa adalah doa untuk keluarga yang tulus. Semoga keluarga kami baik-baik saja.

 

Tabanan, 291222

 

Mek/Meme=Ibu

Beli=Kakak

Rahinan=hari suci


TAGS :

Dewa Nyoman Sarjana

Ketua PGRI Kabupaten Tabanan ini suka menulis artikel dan karyanya tersebar di sejumlah media cetak. Pernah menjabat Kasek SMP di kota Tabanan, Pupuan, Baturiti, dan SMPN 2 Kediri. Belakangan ini, dia gemar menulis puisi dan cerpen berbahasa Bali maupun Bahasa Indonesia. Punya hobi berkebun dan pecinta tanaman hias. 

Komentar