Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

  • By Rifqi Septian Dewantara
  • 23 Februari 2024
Pexels

Mengikhtisarkan Kehidupan

Kali hidup berpapas kematian
kali rasa bersua kebenaran
kali kuasa meruak kesaktian
rasa hilang sudah peri kemanusiaan;

Parsial hidup berlaga hala
linier kehidupan membelit segala arah
konstruksi jiwa datang mengacah, kita pun remuk bertaklid buta

Maka, oh sang hampa..
sekiranya datanglah transparansi-transparansi, datanglah yang nyata, datanglah dengan segala kekohesifan

Kembalilah yang mengisi sunyi
bangunlah yang berbunyi-bunyi
karena aku tak bisa mendominasi sendiri —tanpa bukti dan ugahari.

2023


Distopia

Ada sebuah negara, sunyi
butakala yang bertandang; hilang tak pernah ditemukan
Ada sebuah kota, berdiri
Lembar-lembar surat untuk pemerintah tergeletak di bawah mentari namun tak menyinari jalan pikiran mereka; berlubang
Ada sebuah wilayah; khawatir—bendungan yang menampung antropik rubuh berantakan

Yang menetap berujung ditinggal
Yang ditinggal seakan memudar
Yang pudar kini tak berharga
Yang tak berharga kemudian disepah

Yang tak lagi hidup-mengatup
Yang tak lagi mati-kelamkari
Yang tak lagi tawa berbaring kecewa

Hembusan angin kupanggil; ditiadakan
Miliaran telinga dikeruk; didengungkan

Kini satu dunia bergelayut dalam kehampaan yang tak berujung
Tetapi secungkil harapan ingin bangkit di kubangan gulita.

2023


Realitas Baru Bernama Sibernetika

Wajah-wajah baru itu seperti menggasak realitas baru bernama sibernetika. Kini ia menyisakan langit dari dempulan asap bertenaga mesin

Aku pun belum mengerti wujud Tuhan yang disembah oleh robot-robot masa depan

Namun, jika kemudian hutan-hutan itu tidak lagi berdiri kokoh di depanmu. Maka sudah ia musnahkan juru kunci yang kehilangan kuncinya.

2023


Yang Berdiri Sendiri, Yang Berjiwa Bebas

Tahukah engkau bahwa sejak mimpi ini disusun oleh jalur-jalur peringatan; aku pun hampir melekat seperti berhala kecemasan

Sungut-sungut bergema di telingaku, dan menusuk; pelabelan — hingga menamai identitas baru dalam panggung nestapa

Tetapi tetap saja masih kususun sebuah cerita ini, dari bau tubuhnya; aku berusaha membangun lintas perlawatan mandiri.

2023


Menampung Sendu

Kau ingin merentikan hujan
Namun kecipak air tiada henti berjatuhan
Hasrat yang engkau tunggu tidak berlalu
Ketika alam sedang bekerja dan tak kunjung reda

Tak perlu terburu-buru menghadap tujuan
Sekejap saja kita perlu berhenti untuk meneduh badan
Tak perlu luruh ketika awan mulai membiru
Sesekali pun manusia perlu menampung sendu;

Di rintik-rintiknya ia mengalir ke relung langit,
Di rintik-rintiknya ia menggenang di bawah kaki

Tak perlu gusah dengan degam-guruh di kepala, ada pelangi yang selalu mengabari semua impian.

2023
 


TAGS :

Rifqi Septian Dewantara

Rifqi Septian Dewantara asal Balikpapan, Kalimantan Timur Mei 1998. Karya-karyanya pernah tersebar di beberapa media daring dan buku antologi bersama. Kini, bergiat dan berkarya di Halmahera, Maluku Utara. Bisa disapa melalui Facebook: Rifqi Septian Dewantara.

Komentar