Perempuan Juni dan Puisi lainnya

  • By Winar Ramelan
  • 25 Mei 2024
Winar Ramelan

PEREMPUAN JUNI


Tidak lagi kutanyakan
Mengapa aku lahir di bulan juni
Dan menjadi perempuan juni
Yang mengempu bulan sebelum dan sesudahnya


Tetapi tetap kupinta
Jangan cabut aku di bulan juni
Seperti mencabut lilin ulang tahun
Yang sengaja dunyalakan dan sengaja dimatikan
Saat kegembiraan memuncak


Aku adalah perempuan juni
Yang matang ditempa takdir
Dengan lilitan suka duka
Seperti selendang penutup tubuh Drupadi
Yang berkisah tentang dharma dan karma


Sungguh aku tak menggugat
Mengapa aku dilahirkan di bulan juni
Bukankah ada januari dengan pecahan kembang api
Atau pebruari dengan bulan cintanya
Atau april agar seperti Kartini
Tidak!
Juni menjadi bulan pertengah tahun
Waktu yang seimbang
Seperti tangan waktu yang terentang
Dan memelukku dengan kasih sayang


Denpasar, 22 Juni 2021

 

DONGENG UNTUK LATISHA


Sha, jika diri adalah hutan
Rimba bagi satwa
Yang hidup lewat kata
Tumbuh dan besar di pikiran
Menjelma menjadi prasangka
Maka, aku tuturkan tentang kelincci saja
Yang berlari kecil di antara rumpun bunga


Gadis kecilku
Dahulu kala, simbol angkara adalah Raja Aiswaryadala
Ia berjaga dengan seluruh hasratnya
Namun, seperti halnya batu
Ia akan kalah oleh tetes air yang tak henti mengalir
Tutur lembut Ni Diah Tantri
Tentang kelinci, kijang, gajah, harimau dan sebangsanya
Raja pun terlelap dan melupakan segala hasrat
Tepat di malam ke seribu satu
Hasrat akan maksiat lesap


Fabel menyelipkan kisah
Yang benar selalu menang
Yang salah selalu kalah
Mengantar pada pintu penyadaran
Bahwa lahir membawa pesan keilahian
Sebelum kefanaan itu tiba tanpa tahu kapan waktunya


Sha, dongeng akan hidup sepanjang jaman
Mengisi sumur kebijaksanaan yang kadang kering oleh waktu
Tutur akan mengantar laku
Untuk menuju kebenaran bukan pembenaran


Besarlah dengan ilmu
Dengan etika
Dan pengabdian hidup yang semestinya


Denpasar, 2022

 

KANVAS HIDUP KITA

(kepada Nirmala)


Masih saja kau tuang kelir itu
Pada kanvas yang sebenarnya sudah kita lukis
Tuangan warna-warni terlihat seperti langit senja
Ketika matahari hampir hilang di pelupuk mata


Menjadi gradasi
Terbingkai dalam kanvas hidupku
Tak ada mendung yang kelabu
Karena sudah tertutup senyummu yang merah jambu


Ayo cipratkan kembali warna barumu
Seperti cairan ketuban yang pernah pecah dari rahimku
Yang membawa kita pada petualangan baru
Untuk kembali menggoreskan warna di kanvas-kanvas baru


Lalu kita pameran bersama dalam sejarah
Dalam peradaban yang menuliskan silsilah


Denpasar, 2020              

 

SAYAP UNTUKMU
(buat NirSavitri)


Kurasa bukan hadiah
Ketika kupasangkan sayap pada punggungmu
Bukan untuk menjadi rama-rama yang terpukau pada cahaya lampu
Lantas menggigil ketika gerimis tiba
Dan sayap kuyup lalu menjadi larva


Menjadilah kupu-kupu
Yang mengepak dan hinggap pada bunga-bunga di taman Asoka
Akan engkau saksikan bunga-bunga yang bermekaran
Tumbuh dari tangan-tangan kesetiaan
Tangan Sita yang mampu melewati upacara api
Atas kesangsian akan kesetiaan yang kerap dipertanyakan
perempuan lain padanya
Hingga menjadikannya kebal


Dan engkau anak-anakku
Kupasang sayap setelah kelahiranmu
Sayap yang akan membawamu terbang
Menuju tanah yang jauh, bukna tanah seperti Alengka apalagi
Kuruksetra
Tetapi tanah pijakmu tempat engkau menjadi pilar dunia
dengan keindahan dan kebajikan


Aku tak perlu meruwatmu untuk engkau menjadi Sita dan Drupadi
Karena engkau adalah NirSavitri
Perempuan yang lahir dari garba suciku
Yang kutempa dengan kasih sayang serta doa
Dan kupasangi sepasang sayap lewat tanganku yang gemetar
Untuk menjadi dirimu sepenuhnya dalam menyangga
tradisi dan peradaban dunia


Denpasar, 2020

 

ARI ARI


Entah telah menjadi tanah atau malah musnah
Segumpal darah dari tembikar di masa lalu
Yang mengikat aku dengan saudara saudaraku
Atau telah menjadi rabuk yang menyuburkan pandan
berduri sebagai penjaga ketika itu
Agar banaspati dan dedemit tak memangsa segumpal
darah yang pernah bernaung di rahim ibu


Yang masih melekat, alfabet dalam secarik kertas bergaris,
tulisan tangan ayah yang gemetar karena bahagia
Alfabet yang menjadi diksi atas apapun yang ingin
diucapkan
Harapan dan doa yang dilangitkan
Meski, senyatanya ditanam


Mungkin
Ari ari hanya transit pada tembikar, ia kembali ke perut ibu
dan menjadi adik adikku
Adik adik yang menjelma rindu
Mereka membelukar di dadaku
Semacam bunga perdu
Bunga putih kecil dengan aroma wangi dan langu
Yang tak pernah kupetik
Namun tak henti kukagumi juga kebelai
Kusiram dengan hujan doa
Agar mereka tetap bertumbuh dan berbunga
Seperti rimbunnya bunga di dada ketika kita jumpa


Denpasar, Januari 2022

 


TAGS :

Winar Ramelan

Lahir di Malang, 5 Juni dan kini tinggal di Denpasar, Bali. Selain dimuat di berbagai media cetak daerah maupun nasional dan juga media online, puisi-puisinya terangkum dalam antologi tunggal Narasi Sepasang Kaos Kaki (2017), Mengening (2020), Dongeng Latisha (2023) dan lebih dari 60 antologi bersama antara lain: antologi dwi bahasa, Indonesia-Bolivia, antologi sembilan negara, Puisi Di Tanah Cahaya (HPI, 2022), Raja Kelana, antologi puisi 12 DNP dan lain-lain. Masuk lima besar Anugerah Sastra Apajake, Juara II lomba cipta puisi Komunitas Saung Lisung, dua puluh besar lomba cipta puisi PKBH Singasari. Sekarang bergiat di Komunitas JKP Jatijagat Kehidupan Puisi.

Komentar