Maya Danawa Raja Pertama di Bali

Tut Sugi

Kerajaan pertama di Bali menurut Prasasti Sukawana adalah Kerajaan Singhamandawa. Berasal dari wangsa Sanjaya, raja pertama yang memerintah di kerajaan yang berpusat di sekitar Batur ini adalah Sri Maya Danawa alias Sri Aji Aditya Singhamandawa alias Sri Ratu Ugrasena Tabanendra alias Sri Jayeng Rat. Lalu, apa hubungannya antara pelinggih Sri Jayeng Rat di Pura Purusada Desa Adat Kapal, Badung dengan Raja I Bali Kuno Sri Jayeng Rat?

Desa Kapal dahulu bernama Desa Jong Karem. Nama itu terkait dengan kadatangan serombongan orang dari seberang laut dengan menumpang perahu yang mendadak karam, sehingga disebut jong karem atau kapal karam. Mereka semua adaah warga Keling atau Kalingga yang datang dari Jawa Tengah. Diperkirakan mereka berlayar ke Bali sekitar tahun 830, mengiringi Raja Singhamandawa Batur I Sri Ratu Ugrasena Tabanendra alias Sri Jayeng Rat.

Sri Ratu Ugrasena Tabanendra alias Sri Jayeng Rat adalah keturunan Wangsa Sanjaya yang memerintah di Kerajaan Kalingga Utara alias Medang Mataram Kuno yang berpusat di pantai utara Jawa antara Pekalongan dan Jepara sekarang. Konon, kata Pekalongan berasal dari Pekalingan, merujuk pada orang atau daerah di Kalingga India Timur yang sekarang menjadi Distrik Odissa.

Sebagai Raja Bali Kuno I yang berkedudukan di Panglapuan Singhamandawa Batur, Sri Ratu Ugrasena Tabanendra berkuasa sejak tahun 882-915. Disebutkan ia memberikan tempat kepada para pengiringnya yang berjumlah 275 orang di Desa Jong Karem atau Desa Kapal sekarang.

Dari 275 pengiring itu terdapat 5 kelompok besar warga Pasek dari Gunung Dieng Jawa Tengah yang diperintahkan membuat Pura Prasada atau Candi untuk memuja Ida Hyang Pasupati atau Siwa Guru atau Siwa Mahadewa. Pada saat yang sama Raja juga memerintahkan membangun pertapaan selain pasraman atau pasanggrahan pertapaan di perkebunan milik Raja di Bukit Cintamani Batur. Perintah itu diturunkan kepada Senapati Danda Kumpi, Biksu Siwa Kangsita, Biksu Siwa Nirmala, dan Biksu Siwa Pradnya. Di samping itu diatur juga tentang pembagian warisan, masalah iuran kepada kerajaan yang dibayarkan kepada petugas iuran Kerajaan atau Caksu Drwahaji.

Sri Ratu Ugrasena Tabanendra alias Jayeng Rat kawin dengan Dewi Manik Galih alias Wulan, putri Batari Hyang Manik Galang dari Pejeng. Dari perkawinan mereka lahir dua orang putri masing-masing bernama: Sri Dewi Tirta Harum Sari alias Sri Ugrasena II dan Sri Meilan Coladungkang alias Sri Ugrasena III.

Sri Dewi Tirta Harum Sari yang menjadi Raja II Singhamandawa, berkuasa sejak 915-933. Akan tetapi, menurut Prasasti Blanjong Sanur tahun 913, Sri Dewi Tirta Harum Sari menjadi permaisuri Raja I Singhadwala Besakih Sri Kesari Warmadewa pada tahun yang sama. Dari perkawinannya dengan penguasa Singhadwala Besakih itu lahir dua orang anak, yaitu Sri Ugrasena Warmadewa dan Sri Lokapala Warmadewa.

Selanjutnya Sri Meilan Coladungkang menggantikan kakaknya Sri Dewi Tirta Harum Sari menjadi Raja III Singhamandawa atau Panglapuan Batur dan berkuasa sejak tahun 933-966. Sri Meilan Coladungkang dikatakan tewas dalam perang di Tukad Pangkung Hulu, Tukad Petanu Desa Manukaya Tampaksiring pada tahun 966. Namun, tidak disebutkan dengan pihak mana ia berperang.

Menggantikan Sri Kesari Warmadewa, Sri Ugrasena Warmadewa kemudian naik tahta menjadi Raja II Singhadwala Besakih. Ia yang berkuasa sejak tahun 915-942 memiliki putra bernama Sri Tabanendra Warmadewa. Putranya ini kemudian menggantikan kedudukannya sebagai Raja III Singhadwala Besakih, memerintah sejak tahun 942-961. Sri Tabanedra Warmadewa menurunkan Sri Jayasingha Warmadewa alias Sri Candrabaya Singha Warmadewa yang naik tahta di Singhadwala Besakih sebagai Raja IV pada tahun 961. Sri Jayasingha Warmadewa kawin dengan Sri Subadrika Darmadewi, putri kedua Mpu Sindok. Dari perkawinan mereka lahir Sri Janasadu Warmadewa yang kemudian naik tahta sebagai Raja V Singhadwala Besakih pada tahun 975. Sri Janasadu Warmadewa mengawini Sri Wijaya Mahadewi dari Jawa Timur yang kemudian menjadi Raja VI, berkuasa di Singhadwala Besakih sejak tahun 983-988.

Sri Wijaya Mahadewi adalah ibunda Sri Darma Udayana Warmadewa yang naik tahta sebagai Raja VII Singhadwala Besakih. Raja yang namanya diabadikan sebagai nama universitas terbesar di Bali ini kawin dengan Sri Gunapriya Darmapatni, putri Raja III Medang Kemulan, Sri Makuta Wangsawardana.

Sementara Raja III Medang Kemulan Sri Makuta Wangsawardana adalah putra Sri Lokapala Warmadewa, atau cucu Sri Kesari Warmadewa yang kawin ke Medang Kemulan Jawa Timur dengan Sri Isanatunggawijaya, putri sulung Mpu Sindok. Sri Makuta Wangsawardana kemudian menjadi Raja II Medang Kemulan. Ia memerintah sejak tahun 947-980.

 

 


TAGS :

Ketut Sugiartha

Menulis esai, puisi, cerpen dan novel. Tulisan-tulisannya telah tersebar di berbagai media cetak dan daring. Telah menerbitkan sejumlah buku fiksi meliputi antologi puisi, kumpulan cerpen dan novel. Buku terbarunya: kumpulan cerpen Tentang Sepuluh Wanita, antologi puisi Mantra Sekuntum Mawar dan novel Wiku Dharma.

Komentar