Pentingnya Storytelling bagi Guru Sekolah Dasar

  • By Ahmad Hidayat, M.Pd
  • 23 Februari 2022
Pexels

Mengajar dan mendidik anak dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan storytelling. Anak-anak usia sekolah dasar sangat senang mendengarkan cerita-cerita. Sebagai seorang pengajar, kita harus memanfaatkan ini dengan sebaik-baiknya. Storytelling sendiri adalah sebuah teknik penceritaan cerita. Menurut Ekawati (2021) Storytelling adalah sebuah teknik atau kemampuan untuk menceritakan sebuah kisah, pengaturan adegan, event dan juga dialog dengan kemampuan penyaji untuk menyampaikan sebuah cerita dengan gaya, intonasi, dan alat bantu yang menarik minat pendengar.  Menurut Iskandar Wassid dan Dadang Sunender yang dikutip dalam Ramadhani, dkk (2020) storytelling adalah bentuk kreativitas yang menyenangkan yang terbentuk dalam lintas negara dan budaya-budaya. Hal tersebut dimaksudkan bahwa cerita dapat bersumber dari manapun yang disampaikan dengan penuh kreativitas serta menyenangkan sehingga siswa dapat merasakan kehidupan cerita tersebut dan mengambil pesan-pesan serta pengetahuan yang ada di dalamnya.

Bercerita sangat baik diterapkan dalam pembelajaran. Salah satu tujuannya untuk meningkatkan kemampuan berbicara dan berbahasa siswa. Menurut Pratiwi (2016)  manfaat dari bercerita adalah sebagai berikut:

1.         Bercerita memberikan pengalaman psikologis dan linguistik pada siswa sesuai minat, tingkat perkembangan dan kebutuhan siswa sekaligus menyenangkan bagi siswa.

2.         Bercerita dapat mengembangkan potensi kemampuan berbahasa siswa melalui pendengaran kemudian menuturkannya kembali dengan tujuan melatih keterampilan siswa dalam bercakap-cakap untuk menyampaikan ide dalam bentuk lisan.

3.         Bercerita merupakan kegiatan yang menyenangkan dan tidak membosankan.

4.         Bercerita memberikan sejumlah pengetahuan dan pengalaman.

Storytelling bisa juga dikolaborasikan dengan media-media lain seperti gambar, boneka, wayang, dan juga media musik pengiring. Guru sebagai fasilitator sekaligus storyteller harus memberikan suasana dan hubungan interaksi yang menarik. Sebagai seorang guru, kita memang dituntut untuk menjadi seorang seniman di dalam kelas. Kita semua tahu, bahwa belajar bukan hanya sekadar mentransfer ilmu, tapi juga memberikan kesan dan makna dari dalam setiap prosesnya. Apalagi mengajar di sekolah dasar butuh effort lebih, mengingat anak usia sekolah dasar memiliki karakteristik yang unik. Usia sekolah dasar adalah usia keemasan dalam membentuk pola pikir dan karakter. Menurut Piaget anak usia 6-12 tahun berada pada tahap moralitas otonomi. Hal ini ditandai dengan anak melihat segala sesuatu berdasarkan tujuan yang mendasarinya. Storytelling memiliki fungsi yang sangat baik dalam membentuk pemahaman karakter.

Mengapa storytelling penting bagi anak sekolah dasar? Karakteristik anak sekolah dasar yang harus dipahami oleh guru antara lain adalah anak senang bermain. Stroytelling menjadi cara yang ampuh agar anak bisa bermain sambil belajar. Bagi mereka mendengarkan cerita dengan segala konsepnya merupakan sebuah permainan. Jadi, guru dapat menyisipkan pesan, pembelajaran, interaksi komunikasi, sifat-sifat seperti berani, saling menghargai, dan bentuk-bentuk apresiasi melalui konsep storytelling ini.

Siswa sekolah dasar juga suka berimajinasi dan berkarya. Lagi-lagi storytelling menjadi cara belajar efektif untuk siswa berimajinasi dengan cerita-cerita yang dibawakan. Bahkan mereka bisa menirukan gurunya bercerita. Bukankah itu bagian dari karya? Ya, siswa akan senang melakukannya.

Siswa sekolah dasar senang melakukan sesuatu secara langsung. Bisa dibayangkan jika guru hanya menyuruh siswa membaca cerita yang ada di buku saja. Mereka akan sangat bosan, bahkan mungkin mereka tidak benar-benar tahu isi ceritanya. Tapi dengan storytelling mereka disuguhkan dengan pertunjukan secara langsung dari cerita-cerita yang mereka baca. Ini sangat luar biasa bagi mereka, coba deh lakuin. Siswa sekolah dasar juga senang bergerak, kita bisa menyisipkan ini dengan menirukan gerakan-gerakan tokoh dalam cerita secara bersama-sama. Mereka akan sangat antusias, dan dari sini mereka juga diajarkan untuk percaya diri.

Siswa sekolah dasar senang bekerja secara kelompok. Salah satu cara evaluasi yang menarik adalah dengan membuat regu kelompok. Setelah guru dan siswa melakukan proses pembelajaran dengan cara storytelling, coba deh bagi mereka dalam beberapa kelompok untuk menulis apa saja yang mereka dapat dari cerita dan pertunjukan yang mereka lihat. Setelah itu, guru dapat memberikan kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk menyampaikan hasil diskusinya. Menarik bukan? Berikut beberapa manfaat lainnya dari storytelling bagi siswa sekolah dasar:

1.      Mengajarkan moral kepada anak melalui cerita atau dongeng. Hal tersebut juga bisa menjadi media bagi anak untuk memahami norma dan aturan.

2.      Menjadikan kegiatan membaca sebagai sebuah kebiasaan. Jika storytelling dilakukan maka secara tidak langsung, kegiatan ini menjadi stimulus bagi anak untuk terus membaca cerita-cerita yang akan diceritakan.

3.      Mengembangkan imajinasi anak. Tidak dapat dipungkiri bahwa dongeng anak dibuat dengan penuh fantasi dan imajinasi. Kondisi tersebut dapat membantu anak mengembangkan imajinasinya (Christin Maylani, dkk: 2021)

Terakhir, storytelling menjadi bagian pembelajaran bagi guru untuk terus mengasah kemampuan-kemampuan lainnya, utamanya dalam hal public speaking. Bercerita dengan menggunakan media atau apapun memang baik, tapi tanpa intonasi, ekspresi dan perbedaan jenis suara, maka stroytelling akan terlihat tidak hidup. Itulah mengapa, guru mempelajari storytelling maka guru juga secara tidak langsung belajar public speaking ataupun retorika. Dalam proses pembelajarannya, guru dapat melakukan langkah-langkah sebagai berikut (Pratiwi: 2016):

1.         Memilih tema dan judul cerita yang akan dibawakan.

2.         Menkondisikan anak.

3.         Tahapan membuka atau mengawali mencakup kegiatan:

a.         Menanyakan kesiapan untuk mendengarkan cerita.

b.        Menyampaikan sinopsis isi cerita secara singkat.

c.         Memberikan informasi tentang tokoh-tokoh yang akan muncul dalam cerita.

d.        Mengawali cerita dengan menggambarkan tempat, menggambarkan waktu, ekspresi emosi dengan diiringi nyanyian atau dengan memunculkan suara-suara seperti suara binatang.

4.         Tahapan saat bercerita mencakup kegiatan:

b.        Mendorong siswa untuk merespons atau mengomentati pada bagian tertentu.

c.         Memantau anak dengan pertanyaan untuk memperdalam pemahaman cerita.

d.        Mengajak anak untuk membuat praduga, apa yang akan terjadi sebelum cerita dilanjutkan.

e.         Memberi kesempatan untuk menginterpretasi cerita.

f.         Menterjemahkan kata-kata yang masih dirasa sulit diterima oleh anak.

5.         Tahapan menutup cerita dan evaluasi

a.         Tanya jawab (diskusi) seputar tokoh-tokoh dan perbuatan yang harus dicontoh dan ditinggalkan.

b.        Mendorong siswa untuk mencoba menceritakan kembali atau bercerita dengan kreasi sendiri dan memberikan reward kepada siswa yang mau bercerita.

                                    

Daftar Pustaka:

Chritins M, Ariel Barlian O, Dini Salmiah Fa (2021). Transmedia Storytelling. Syiah Kuala University Press: Banda Aceh

Mursia Ekawati, Dkk. (2021). Fenomena Bahasa Dan Sastra Di Masa Instabilitas Global. Pustaka Rumah Cinta: Magelang

Ramadhani Dkk (2020). Metode Dan Teknik Pembelajaran Inovatif. Yayasan Kita Menulis: Medan

Rosalina Rizky Pratiwi. (2016) Penerapan Metode Storytelling Untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas II SDN S4 Bandung. Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Vol. 1 No. 1: Universitas Pendidikan Indonesia.


TAGS :

Ahmad Hidayat, M.Pd

Penulis merupakan seorang pendidik di SDN Tugu Selatan 03 Jakarta Utara.

Komentar