PUISI-PUISI DUL DULATIF

  • By Dul Dulatif
  • 16 September 2023
Pexels

SERIBU PUISI DI DUA BATANG LILIN

tak cukup seribu puisi, khaerani
untuk kualamatkan tunaikan rindu
ketika sajak-sajak menjaga jarak
dengan tubuhmu terus menjauh
dan adakalanya itu mendekat
tapi selalu diselimuti kabut

cuma kuartikan namamu, khaerani
dalam sebuah hikayat yang gelap
kita menjelma dua batang lilin
di atas hamparan plastik
leleh dan melepuh
sekujur tingkah

kutambah lagi seribu puisi
untuk menghapus pamplet kota
di mana kalimatnya kita anarki
sesekali di situ kita bermimpi
atau sedari sore membakar
batin dan alam sadar
hingga subuh kita
jiwa terkapar

hanya kumakna dirimu, khaerani
ketika seribu puisi kutulis lagi
biar matahari sudah barat
dan dua mataku samar
engkau hadir atau
sekadar memoar
aku tak tahu

pintu magrib kututup
jendela terbuka tak lagi lebar
aroma masa lalu tercium di kamar
dibawa derasnya arus digital
seolah menutup hitam
lembaran silam

kita tak lagi bisa sembunyi
tak beralasan tentang berhenti
di kamar ini engkau telah ada
sebagai bukan menjelma
melainkan serupa
seribu puisi itu

yang liris yang mengiris
tajam dua mataku hampir habis
terpusat kepada perihal fana
dan tenaga tiada mampu
memuja-muja ragamu

maka terus kutambah seribu
terus seribu lagi puisi untuk aku
dan untukmu khaerani kiranya
mampu meniti sisa waktu
untuk soal-soal abadi
tanpa mesti menulis
titimangsa jumpa

sebab kita telah menjadi diksi
dan rela sudah pasrahkan cinta
untuk biar berjalan di titian takdir
dengan tidak terus terperangkap
mengungkap terang dan padam
pesta pada dua batang lilin
sebelum dan sesudah
pemilihan umum

7/9/2023


SURAT KEPADA SUNYI

kepada segenap sunyi
aku kirimkan berulang-kali
suara sepi itu adalah suluh
bagi puisi yang dituliskan
di waktu masuki senja

lantas sajak menyelinap
dalam kurunduk setiap malam
dengan dua tangan terbuka
inginku tamatkan cinta
untuk satu alamat

tak ada yang aku mau lagi
kecuali pada sunyi aku ucapkan
biar aku semedi dalam sepi
tanpa duniaku begitu riuh
mabuk berat dan aku
justru jauh terjatuh

biar senjaku menolak riak
jika jadikanku hanya ombak
kali ini aku ingin tak lagi khusuk
kiblatkan rindu cuma untuk rupa
dan pada segala bentuk fana

31/8/2023


AKU BUKAN LAUTMU

kali ini kajilah aku, kekasih
seperti memahami embun pagi
yang kering diserap matahari
sesaat segarkan daun-daun
lalu segera diterpa angin

tak cukup basahimu lagi
dalam engkau terus kemarau
dan tatap aku bukan danau
serupa di masa lampau

atau pahami aku, kekasih
kini cuma titik mata air
pada air matamu

tak mampu memberimu
mudah menumpahkan gairah
seperti berlimpah sepanjang sejarah
saat satu malam seribu mimpi
di sebuah kota dipenuhi
para dengkur tidur

dan kita bangun
membaca dengan mata buta
lantas makna kematian diabaikan
dalam hidup selalu degup
memburu perihal fana

terlebih lagi, kekasih
aku sungguh bukan laut
meski aku kadang gelombang
dan ombak menghempas
sebuah rumah pasir

aku mesti tiada
seperti embun itu
serupa titik mata air
yang hari-hari air matamu
dan menjadi buliran-buliran doa

adakah permohonan jumpa
atau sebuah zikir yang mengalir
dari engkau selalu tersisih
ketika cinta dikiblatkan
pada tidak abadi

7/9/2023


DARI PESAN SINGKAT

tiba-tiba ia ada
dengan hati dan pikiran hampa
bangunkan silam yang karam
dan aku yang tenggelam

mungkin ia tahu
aku terkungkung rindu
namun aku bukan butuh tubuh
melainkan mencari kisah
untuk kupetik hikmah

maka tiba-tiba ia ada
sekejap sungguh aku bahagia
untuk membaca, terus mencerna
lalu kutimbang ia dalam doa
akankah aku bersamanya
kala masa sudah senja
dan pintu tua perlahan
rapuh disantap rayap

ketika telah tiada
daya dan perahu berlayar
kamar-kamar singgah berubah
menjadi lembaran sajadah
di atasnya aku runduk
nikmati makna sepi

kecuali ia tiba-tiba menjelma
sebagai jiwa yang mengajak aku
datang di ruang serba terang
tanpa mesti jauh terlibat
ke dalam perkeliruan

pungkasi memuja padam
yang ditiupkan sampai dalam
jauh kita terombang-ambing
di sekeliling terasa asing
lantas saling berpaling

hingga mungkinkah
dari pesan singkatnya itu
berlanjut rayakan pertemuan
atau sekedar resepsi perpisahan
yang dulu lupa diselenggarakan?

5/9/2023


DI BANDAR UDARA

"kita akan terbang, nona"
kataku pada wanita di samping
dengan muka berpaling menahan
ketegangan nasib sebentar lagi
melayang-layang di udara

menembus awan
menerobos hujan badai
tetapi hati dan pikiran terbayang
mungkin tak bisa menggapai langit

andai terbang
cuma melayang-layang
dalam pelarian laut dan daratan
yang telah keruh dan seluruh kering

maka semestinya, nona
cinta kita dihitung di bandara
bekal apa yang sudah disiapkan
dan tujuan mana harus dirumuskan

kecuali, nona
bandar udara sebuah transit
dari peristiwa yang sungguh rumit
kisah berangkatkan badan kita
pada masa persembunyian
yang tak selamanya

"kita telah terbang, nona"
kataku kepada hawa wanita
dan pada gemerlap nafsu dunia
tinggalkan keruh di laut dan darat
yang membuat jiwa kita tersesat

terbang yang ingin
diam di kehidupan langit
kita menjerit lalu berdua rubuh
dalam doa-doa subuh ke subuh
tanpa mau landing pada sepi
bandar udara terkepung
asap dan kabut tebal

atau kita di bandar udara
cuma setia menjalin hampa
dari cinta yang sebenarnya
cinta yang selalu terbang
selalu melayang-layang

30/8/2023
 


TAGS :

Dul Dulatif

Pernah belajar di SMA Negeri 1 Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat. Saat ini tinggal di Kembangan, Jakarta Raya, Indonesia.

Komentar